Beranda
Ekonomi Islam, Pengertian, Tujuan, Dan Kepemilikan Dalam Islam
tulus_saktiawan
Januari 25, 2024

Ekonomi Islam, Pengertian, Tujuan, Dan Kepemilikan Dalam Islam


Ekonomi Islam adalah wujud dari upaya menerjemahkan visi Islam rahmatan lil ‘alamin, kebaikan, kesejahteraan dan kemakmuran bagi alam semesta, termasuk manusia di dalamnya. Tidak ada penindasan antara pekerja dan pemilik modal, tidak ada eksploitasi sumber daya alam yang berujung pada kerusakan ekosistem, tidak ada produksi yang hanya berorientasi untung semata, jurang kemiskinan yang tidak terlalu dalam, tidak ada konsumsi yang berlebihan dan mubadzir, tidak ada korupsi dan mensiasati pajak hingga trilyunan rupiah, dan tidak ada tipuan dalam perdagangan dan muamalah lainnya. Dalam kondisi tersebut, manusia menemukan harmoni dalam kehidupan, kebahagiaan di dunia dan insya Allah di kehidupan sesudah kematian nantinya.

Pengertian Ekonomi Islam


Menurut Muhammad Al-‘asal (2009:135) ekonomi Islam adalah sebuah sistem ilmu pengetahuan yang memandang masalah perekonomian, sama seperti konsep ekonomi konvensional lainnya. Hanya, dalam sistem ekonomi ini, nilai-nilai Islam menjadi landasan dan dasar dalam setiap aktivitasnya. Dari pemahaman ekonomi Islam ini, menunjukkan bahwa sistem ekonomi ini bukan hanya ditujukan bagi umat Islam saja. Sebab, bagi Mustaq (2001:78) semua umat manusia bisa dan berhak untuk menggunakan konsep yang ada dalam sistem ekonomi berbasis ajaran Islam tersebut. Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia, yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam. Bekerja merupakan suatu kewajiban karena Allah SWT memerintahkannya: Sebagaimana firman-Nya dalam surat At Taubah ayat 105:“ Dan katakanlah, bekerjalah kamu, karena Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman akan melihat pekerjaan itu”. Karena kerja membawa pada keampunan, sebagaimana sabada Rasulullah Muhammad saw: “Barang siapa diwaktu sorenya kelelahan karena kerja tangannya, maka di waktu sore itu ia mendapat ampunan.”(HR.Thabrani dan Baihaqi).

Tujuan Ekonomi Islam


Tujuan ekonomi islam menurut (1995:218) adalah sebagaimana tujuan dari syariat islam itu sendiri (maqashid asy syariah), yaitu mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat (falah) melalui suatu tata kehidupan yang baik dan terhormat (hayyah thayyibah) inilah kebahagiaan hakiki yang diinginkan oleh setiap manusia, bukan kebahagiaan semu yang sering kali pada akhirnya justru melahirkan penderitaan dan kesengsaraan. Ekonomi Islam tidak sekedar berorientasi dalam pembangunan fisik material dari individu, masyarakat dan Negara, akan tetapi juga memerhatikan pembangunan aspekaspek lain yang juga merupakan elemen penting bagi kehidupan yang sejahtera dan bahagia. Pembangunan keimanan merupakan prakondisi yang diperlukan dalam ekonomi islam, sebab keimanan merupakan fondasi bagi seluruh prilaku individu dan masyarakat. Jika keimanan seseorang kokoh dan benar, yaitu memegang islam secara (kaffah), maka niscaya semua muamalah akan baik pula. Keimanan dengan sendirinya akan melahirkan kesadaran akan pentingnya ilmu, kehidupan, harta, dan kelangsungan keturunan bagi kesejahteraan kehidupan manusia. Keimanan akan turut membentuk preferensi, sikap, pengambilan keputusan, dan prilaku masyarakat. Manusia memerlukan pemenuhan kebutuhan keimanan yang benar, yang mampu membentuk preferensi, sikap, keputusan, dan perilaku yang mengarah pada perwujudanmashlahah untuk mencapai falah. Dengan demikian, sebagai suatu cabang ilmu, ekonomi islam bertujuan untuk mewujudkan dan meningkatkan kesejahteraan bagi setiap individu yang membawa mereka kepada kebahagiaan dunia dan akhirat (falah). Dengan demikian, perhatian utama ekonomi islam adalah pada upaya bagaimana manusia meningkatkan kesejahteraan materialnya yang sekaligus akan meningkatkan kesejahteraan spiritualnya. Karena spiritual harus hadir bersamaan dengan target material, maka di perlukan sarana penopang utama, yaitu moralitas pelaku ekonomi (Syakur, 2011:210).

Kepemilikan dalam islam


Dalam pandangan Islam, pemilik mutlak dari seluruh alam semesta adalah Allah, sementara manusia hanya mengemban amanah-Nya. Allah menciptakan alam semesta bukan untuk diri-Nya (wasilah al-hayah) bagi manusia agar tercapai kemakmuran dan kesejahteraan. Manusia diberikan hak untuk memiliki dan menguasai alam semesta sepanjang sesuai dengan cara perolehan dan cara penggunaan yang telah ditentukan oleh Allah. Dengan demikian, adanya hak milik membawa konsekuensi adanya kewajiban pemanfaatannya. Pada akhirnya, hak milik ini harus dipertanggungjawabkan di hadapan pengadilan Allah di akherat kelak. Sebagaimana yang diungkap oleh Muhammad (2005:165) bahwa Dalam ajaran Islam, hak milik dikategorikan menjadi tiga, yaitu: Hak milik individual (mikiyah fardhiah/ private ownership), Hak milik umum atau publik (milkiyah ‘ammah/ public ownership), Hak milik negara (milkiyah daulah/ state ownership). Pada dasarnya kepemilikan individu atas sumber daya ekonomi merupakan salah satu fitrah manusia karena ajaran Islam mengakuinya sebagai sesuatu yang harus dihormati dan dijaga. Kepemilikan individu merupakan persyaratan yang mendasar bagi tercapainya kesejahteraan masyarakat, sebab akan menciptakan motivasi dan memberikan ruang bagi seorang individu untuk memanfaatkan sumber daya secara optimal. Seorang individu diberikan kebebasan tinggi untuk memiliki dan memanfaatkan sumber daya bagi kepentingan sepanjang dengan:

a) Cara perolehan dan penggunaannya tidak bertentangan dengan syariah Islam; 

b) Tidak menimbulkan kerugian, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. 

Kepemilikan umum muncul karena suatu benda pemanfaatannya diperuntukkan bagi masyarakat umum sehingga menjadi kepentingan bersama. Ajaran Islam tidak membatasi kepada jenis benda tertentu untuk menjadi hak milik umum sehingga kemungkinan dapat berbeda dari satu tempat dengan tempat lain. Akan tetapi, hak milik umum terdapat dalam benda-benda dengan karakteristik sebagai berikut:

1. Merupakan fasilitas umum, di mana kalau benda ini tidak ada di dalam suatu negeri atau komunitas, maka akan menyebabkan sengketa dalam mencarinya, seperti jalan raya, air  minum, dan sebagainnyaa

2. Sumber daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh orang secara individual. 

3.  Bahan tambang yang relatif tidak terbatas jumlahnya 

4. Harta benda waqf, yaitu harta seseorang yang dihibahkan untuk kepentingan umum. 

Hak milik negara pada asalnya dapat berupa hak milik umum atau individu, tetapi hak pengelolaannya menjadi wewenang pemerintah. Pemerintah memiliki hak untuk mengelola hak milik ini karena ia merupakan representasi kepentingan rakyat sekaligus mengemban misi kekhalifahan Allah di muka bumi. Berbeda dengan hak milik umum, hak milik negara ini dapat dialihkan menjadi hak milik individu jika memang kebijakan Negara menghendaki demikian. Akan tetapi, menurut Karim (2010:123) hak milik umum tidak dapat dialihkan menjadi hak milik individu, meskipun ia dikelola oleh pemerintah. 

Penulis blog

Tidak ada komentar